Di tengah dinamika ekonomi global dan naik turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia, masyarakat makin kritis dalam memilih instrumen keuangan yang aman namun menguntungkan. Deposito tetap menjadi pilihan konservatif, tetapi kini muncul pesaing yang tak bisa diabaikan: fintech. Dengan janji imbal hasil lebih tinggi, fintech berhasil menarik perhatian kalangan investor ritel yang tengah mencari alternatif bunga deposito tertinggi di pasar.
Menurut Laporan Perkembangan Fintech Lending dari OJK (Februari 2025), outstanding pembiayaan melalui fintech P2P lending mencapai Rp61,2 triliun naik 18,25% dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa rata-rata bunga deposito rupiah di bank umum konvensional pada periode yang sama hanya berkisar antara 2,75% hingga 4,25% per tahun. Angka ini tentu kalah menarik dibanding return fintech yang bisa mencapai 8–10% per tahun.
Dengan kondisi ini, banyak nasabah bertanya-tanya: lebih menguntungkan mana antara menempatkan dana di bank konvensional atau fintech? Artikel ini akan mengupas secara tuntas perbandingan keduanya dengan referensi yang bisa diverifikasi.
Bunga Deposito: Siapa yang Menawarkan Imbal Hasil Tertinggi?
Bank Konvensional: Stabilitas dengan Bunga Terbatas
Bank konvensional masih menjadi pilihan utama bagi Anda yang mengutamakan stabilitas. Namun, bunga deposito yang ditawarkan cenderung stagnan mengikuti suku bunga acuan BI (BI-Rate), yang per Maret 2025 berada di angka 6,00% (sumber: bi.go.id).
Beberapa bank dengan bunga deposito tertinggi saat ini:
Bank Mandiri: 3,25% per tahun (tenor 12 bulan)
BRI: 3,00% per tahun (tenor 12 bulan)
BNI: 3,10% per tahun (tenor 12 bulan)
BCA: 2,90% per tahun (tenor 12 bulan)
Bank Jago (digital): hingga 4,00% per tahun
Bunga deposito tertinggi di kalangan bank nasional biasanya ditawarkan oleh bank digital atau BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Misalnya, BPR KS dan BPR Lestari pernah tercatat menawarkan bunga di atas 5,5% per tahun, namun dengan risiko yang lebih tinggi dibanding bank umum dan tidak selalu terjamin oleh LPS jika melewati batas bunga penjaminan.
Fintech: Return Lebih Besar, Tapi Tidak Dijamin
Fintech, terutama yang bergerak di sektor peer-to-peer (P2P) lending, menawarkan alternatif investasi dengan return lebih tinggi. Imbal hasil didapat dari bunga pinjaman yang disalurkan ke UMKM dan individu.
Beberapa platform yang dapat diverifikasi melalui laman resmi OJK (https://daftarfintech.ojk.go.id) dan menawarkan imbal hasil menarik:
Akseleran: hingga 10,5% per tahun
Modalku: 8,5% - 9,5% per tahun
Amartha: sekitar 9% (fokus pada sektor mikro dan perempuan prasejahtera)
Investree: 8% - 10% tergantung tenor dan kategori peminjam
Namun, return tinggi selalu datang dengan risiko. Fintech tidak menawarkan bunga tetap sebagaimana deposito bank, melainkan estimasi imbal hasil berdasarkan kinerja peminjam. Dana Anda juga tidak dijamin LPS.
Perlindungan Dana dan Aspek Legalitas
Bank Konvensional: Dijamin LPS dan Diawasi BI-OJK
LPS memberikan jaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, asalkan bunga deposito tidak melebihi tingkat penjaminan (saat ini 4,25%). Artinya, Anda mendapat perlindungan penuh selama memilih bank resmi dan tidak mengambil bunga "di atas wajar".
Bank juga tunduk pada regulasi ketat seperti UU No.10 Tahun 1998 dan ketentuan OJK tentang manajemen risiko, serta audit berkala oleh akuntan publik.
Fintech: Terdaftar OJK, Tapi Tanpa Perlindungan LPS
Fintech P2P lending yang legal harus terdaftar dan berizin di OJK berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016. Perusahaan seperti Akseleran dan Investree juga tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Beberapa platform menyediakan fitur proteksi seperti:
Dana cadangan (reserve fund)
Asuransi kredit
Sistem credit scoring ketat
Namun, perlindungan ini bersifat internal dan tidak setara dengan jaminan LPS. Anda tetap berisiko kehilangan modal bila borrower gagal bayar dan tidak diasuransikan.
Fleksibilitas dan Minimum Dana
Bank Konvensional: Persyaratan Lebih Ketat
Meskipun banyak bank sudah menyediakan layanan digital seperti Jenius, BRImo, dan Livin' by Mandiri, syarat minimum pembukaan deposito cukup tinggi, berkisar antara Rp10 juta hingga Rp100 juta. Tenor umumnya terbatas dari 1, 3, 6, hingga 12 bulan.
Fintech: Fleksibel dan Ramah Pemula
Platform fintech bisa diakses hanya dengan modal Rp100 ribu. Pendanaan bisa dilakukan harian hingga tahunan, dengan fitur auto-lending dan diversifikasi otomatis. Ini membuat fintech lebih menarik bagi investor pemula dan pengguna digital native.
Risiko dan Kinerja
Bank Konvensional: Aman dalam Jangka Panjang
Risiko sistemik di sektor perbankan Indonesia terbilang rendah. Data OJK (Januari 2025) menunjukkan rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan stabil di angka 2,35%—masih di bawah ambang batas sehat.
Fintech: Waspadai Kredit Macet
Berdasarkan data terbaru dari AFPI, tingkat gagal bayar (TWP90) industri P2P lending mencapai 2,8% per Januari 2025. Beberapa platform besar menjaga NPL di bawah 1%, namun investor tetap harus cermat dalam memilih portofolio.
Tips untuk mengurangi risiko:
Gunakan fitur auto-diversify
Hindari mendanai peminjam berisiko tinggi
Cek riwayat platform melalui situs resmi OJK
Mana yang Cocok untuk Anda?
Jika Anda:
Mengutamakan keamanan dan perlindungan LPS → pilih bank konvensional
Mengejar imbal hasil tinggi dengan risiko terukur → pertimbangkan fintech legal dan terpercaya
Tidak ada yang absolut benar atau salah. Kombinasi keduanya bisa menjadi strategi cerdas, seperti menempatkan 60% dana pada bank dan 40% pada fintech untuk mengoptimalkan return sekaligus menjaga stabilitas.
Posting Komentar untuk "Fintech vs Bank Konvensional: Di Mana Bunga Deposito Tertinggi Saat Ini?"